Pengalaman yang mengasyikkan menjadi seorang manusia, bisa menjajah, bisa menindas, bisa beringas, dan terang saja bisa berketombe. Untuk ukuran manusia biasa ketombe itu sifatnya datang dan pergi. Dalam urusan inilah gue merasa tidak selevel dengan manusia pada umumnya. Jelas level gue jauh di atas kalian, tolong klaim gue sebagai .....................
MUTANT.
Gue sebenernya ga tau tau amat tentang sejarah ketombe ataupun riset terbaru tentang ketombe. Yang pingin gue sampaiin mungkin yang gue bingungin tentang kotembe. Ketombe, kenapa aksara e dalam kata ketombe harus ada sih? bukankah dalam mengeja aksara b itu sudah menjadi "be", kenapa juga kalo gue tulis ketomb dibaca "ketom"? bacaan b nya ke mana? ngejer 140 sks kuliah?
Kalo emang bener si b ini kuliah, ga mungkin lah dia ketinggalan sks, wong dia b kok. masa mau dapet d? melanggar kodrat sebagai b dong. IQ?
Apakah dengan tidak dibacanya "be" dalam ketomb bisa menjadi tolak ukur ketidakadilan negeri ini? Untuk sementara, itu bukan kapasitas saya untuk menjawab. Ketidakpastian negera ini sebenernya tercermin dari produk produk yang dihasilkan. Produk anti ketombe misalnya, gue yakin serum anti ketombe yang bener bener mujarab sampai merusak perkembangbiakannya sudah tercipta sejak dulu kala, kira kira pada masa sebelum terciptanya waktu. Pada masa itu kata kata yang berarti menandakan waktu seperti (sejak, dulu, kala, pada, masa) itu belum ada semua. Jadi jelas! paragraf ini omong kosong.
Tanpa kalian harus mengamini, gue sudah sadar kok, bahwa produk yang dihasilkan atau yang masuk tidak hanya menginginkan produknya laku terjual tapi juga berkelanjutan. Karena orientasi mereka bisnis mereka tentu tutup mata dong tentang kode etik scientist. Memberi manfaat dari ilmu atau penemuannya kepada orang yang membutuhkan.
Gue udah coba segala macem alternatif solusi, baik berupa kesadaran kuno seperti menggunakan lidah buaya, kesadaran modern seperti shampo dan bahkan gue juga menggunakan ketidaksadaran seperti memarut kulit kepala. Guyon.
Entah karena ketombe ini menempel pada kepala untuk waktu yang lama, ketombe jadi geer dan merasa menjadi darah daging sehingga menuntut untuk dilibatkan dalam setiap pikiran gue. Suatu waktu temen gue ngajak ke mesjid, "bro ke mesjid yok denger ceramah". Ah enggak ah, peci gue ga ada ventilasinya, itu ga baik menurut fengshui, ntar ketombean. Terlihat seperti menutupi kemalesan kan? padahan kan cuma iya.
Dalam dunia serba praktek seperti sekarang ini, tekanan dalam menjalani kehidupan kian berat, apalagi lingkungan sangat berpengaruh atas keputusan keputusan yang diambil. Rasanya seperti menjauh dari diri sendiri, adakah peran yang diambil oleh diri sendiri untuk kehidupan sendiri? Atau itu sebenernya adalah lingkungan yang berakting menjadi diri sendiri?
Pernah satu hari gue lupa keramas saat pergi ke kampus, di halte bus Sarbagita Sudirman menunggu bus datang, gue hendak menguncir rambut, saat proses pengunciran ada guncangan yang dihasilkan dan menggugurkan ketombe ke bahu, udah ketombean muka juga jauh di luar semangat pasar, gue minder, pada orang orang satu penantian. Bus...........
Suatu malam di lain hari, mungkin karena sendu sinar rembulan kala itu, merangsang untuk membuka kembali memori gue tentang lupa keramas. Kenapa sih gue minder? padahal orang orang disana juga belum tentu melihat gugurnya ketombe. Pertanyaan itu membuat gue sadar, diri sendiri itu tak ubahnya sebuah titik kecil dari hamparan kertas putih semesta bernama lingkungan.
Jelas mental minder itu tidak baik, gue bakal merubah itu. Mari selesaikan minder kita bareng bareng, jangan bangga saat pemain arsenal mengenakan batik. Seharusnya mereka yang bangga mengenakan batik.
Perhatian pemerintah sedikit lesu tentang perkara ketombe. Gitu kan cara mainnya? apapun yang ga sanggup kita benahi adalah salah pemerintah?. Siapa bilang pembasmian ketombe bukan hal penting? seperti yang udah gue bilang, sedikit banyak ketombe berpengaruh terhadap pemikiran dan keputusan. Jika kulit wajah bersih maka masyarakat menilainya cantik, jika kulit kepala bersih maka pemikiran masyarakat mungkin bisa jadi jernih. Atau pemerintah takut rakyatnya punya pikiran jernih? jika rakyat berpikir jernih mungkin rakyat tidak mau di perintah oleh pemerintah yang bisa juga diartikan tukang perintah. Atau ini adalah sebuah konspirasi agar rakyat tidak bisa berpikir jernih? mungkin hal semacam inilah yang disebut demokrasi. Serba mungkin atau serba atau..............................
Toko serba ada, nemu?
Kalo emang bener si b ini kuliah, ga mungkin lah dia ketinggalan sks, wong dia b kok. masa mau dapet d? melanggar kodrat sebagai b dong. IQ?
Apakah dengan tidak dibacanya "be" dalam ketomb bisa menjadi tolak ukur ketidakadilan negeri ini? Untuk sementara, itu bukan kapasitas saya untuk menjawab. Ketidakpastian negera ini sebenernya tercermin dari produk produk yang dihasilkan. Produk anti ketombe misalnya, gue yakin serum anti ketombe yang bener bener mujarab sampai merusak perkembangbiakannya sudah tercipta sejak dulu kala, kira kira pada masa sebelum terciptanya waktu. Pada masa itu kata kata yang berarti menandakan waktu seperti (sejak, dulu, kala, pada, masa) itu belum ada semua. Jadi jelas! paragraf ini omong kosong.
Tanpa kalian harus mengamini, gue sudah sadar kok, bahwa produk yang dihasilkan atau yang masuk tidak hanya menginginkan produknya laku terjual tapi juga berkelanjutan. Karena orientasi mereka bisnis mereka tentu tutup mata dong tentang kode etik scientist. Memberi manfaat dari ilmu atau penemuannya kepada orang yang membutuhkan.
Gue udah coba segala macem alternatif solusi, baik berupa kesadaran kuno seperti menggunakan lidah buaya, kesadaran modern seperti shampo dan bahkan gue juga menggunakan ketidaksadaran seperti memarut kulit kepala. Guyon.
Entah karena ketombe ini menempel pada kepala untuk waktu yang lama, ketombe jadi geer dan merasa menjadi darah daging sehingga menuntut untuk dilibatkan dalam setiap pikiran gue. Suatu waktu temen gue ngajak ke mesjid, "bro ke mesjid yok denger ceramah". Ah enggak ah, peci gue ga ada ventilasinya, itu ga baik menurut fengshui, ntar ketombean. Terlihat seperti menutupi kemalesan kan? padahan kan cuma iya.
Dalam dunia serba praktek seperti sekarang ini, tekanan dalam menjalani kehidupan kian berat, apalagi lingkungan sangat berpengaruh atas keputusan keputusan yang diambil. Rasanya seperti menjauh dari diri sendiri, adakah peran yang diambil oleh diri sendiri untuk kehidupan sendiri? Atau itu sebenernya adalah lingkungan yang berakting menjadi diri sendiri?
Pernah satu hari gue lupa keramas saat pergi ke kampus, di halte bus Sarbagita Sudirman menunggu bus datang, gue hendak menguncir rambut, saat proses pengunciran ada guncangan yang dihasilkan dan menggugurkan ketombe ke bahu, udah ketombean muka juga jauh di luar semangat pasar, gue minder, pada orang orang satu penantian. Bus...........
Suatu malam di lain hari, mungkin karena sendu sinar rembulan kala itu, merangsang untuk membuka kembali memori gue tentang lupa keramas. Kenapa sih gue minder? padahal orang orang disana juga belum tentu melihat gugurnya ketombe. Pertanyaan itu membuat gue sadar, diri sendiri itu tak ubahnya sebuah titik kecil dari hamparan kertas putih semesta bernama lingkungan.
Jelas mental minder itu tidak baik, gue bakal merubah itu. Mari selesaikan minder kita bareng bareng, jangan bangga saat pemain arsenal mengenakan batik. Seharusnya mereka yang bangga mengenakan batik.
Perhatian pemerintah sedikit lesu tentang perkara ketombe. Gitu kan cara mainnya? apapun yang ga sanggup kita benahi adalah salah pemerintah?. Siapa bilang pembasmian ketombe bukan hal penting? seperti yang udah gue bilang, sedikit banyak ketombe berpengaruh terhadap pemikiran dan keputusan. Jika kulit wajah bersih maka masyarakat menilainya cantik, jika kulit kepala bersih maka pemikiran masyarakat mungkin bisa jadi jernih. Atau pemerintah takut rakyatnya punya pikiran jernih? jika rakyat berpikir jernih mungkin rakyat tidak mau di perintah oleh pemerintah yang bisa juga diartikan tukang perintah. Atau ini adalah sebuah konspirasi agar rakyat tidak bisa berpikir jernih? mungkin hal semacam inilah yang disebut demokrasi. Serba mungkin atau serba atau..............................
Toko serba ada, nemu?
Inilah dirasa waktu yang tepat oleh penulis untuk membayangkan sebuah negeri, anggaplah sebutannya negeri nganu. Sebagian besar penduduk negeri nganu berpikiran anti sinisme, buah aplikasi perasan dari Pancasila, dasar negara kita yang dipinjam. Gotong royong, kalimat yang dianggap cukup mewakili Pancasila digembar gemborkan kepada setiap rakyat. Hasilnya terlihat, di negeri nganu, sulit ditemukan orang mencibir kekurangan orang lain, mereka ga punya gairah melakukan itu. Paling paling yang ditemukan jika penyidikan serius dilakukan untuk mencari kekurangan negeri nganu ini berupa orang yang cuek berlalu setelah diteriaki mbak mbak kasir Nganumaret "Mas!!! ini kembaliannya mas".
So Sweet...
Bisa ga ya negara kita seperti itu?
Ah, itu cuma angan - angan seseorang yang berketombe........
So Sweet...
Bisa ga ya negara kita seperti itu?
Ah, itu cuma angan - angan seseorang yang berketombe........